Senin, 05 Januari 2015

Firda Aghnia

METODE PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN BAHASA ISYARAT BAGI TUNARUNGU
FIRDA AGHNIA
1400974
DEPARTEMEN PENDIDIKAN BAHASA JERMAN
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


ABSTRAK
Manusia diciptakan oleh Tuhan berbeda-beda, manusia diberikan kelebihan serta kekurangannya masing-masing. Tunarungu adalah penyandang cacat fisik yang mempunyai keterbatasan pada pendengaran. Masalah yang dihdapi oleh anak tunarungu cukup berat dan biasanya yang dianggap sebagai sumber permasalahan adalah kurangnya kemampuan untuk berkomunikasi. Namun anak tunarungu memiliki cara pembelajaran dengan memaksimalkan indera pengelihatan sebagai alat dalam menerima rangsangan informasi bahasa, dan cara untuk berkomunikasinya adalah dengan menggunakan berbagai metode salah satunya menggunakan bahasa isyarat.

Kata Kunci : Tunarungu, Metode.



PENDAHULUAN

Secara alami, anak tuna rungu akan berusaha memaksimalkan sisa indra pada tubuh mereka yang masih berfungsi secara maksimal untuk dapat menerima respon dari luar tubuh mereka, salah satu bentuk rangsangan adalah berupa informasi bahasa yang dapat mereka terima dengan indra penglihatan mereka. Bagi para penyandang tunarungu, komunikasi merupakan hal yang sangat penting. Komunikasi paling efektif untuk para tunarungu adalah komunikas non lisan. Komunikasi ini menggunakan bahasa isyarat berupa gerakan isyarat tangan, isyarat tubuh, membaca gerak bibir dan mimik wajah. Karena anak tunarungu tidak biasa mendengar bahasa seseorang, kemampuan bahasanya tidak akan berkembang, apalagi bicaranya sehingga dalam perkembangan bahasanya akan jauh tertinggal dari anak yang bisa mendengar. Kondisi ini semakin tidak menguntungkan bagi penderita tunarungu yang harus berjuang dalam meniti tugas perkembangannya. Oleh karena itu, untuk mengembangkan potensi anak tunarungu secara optimal praktis memerlukan layanan atau bantuan secara khusus.






TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan metode pembelajaran menggunakan bahasa isyarat terhadap anak tunarungu.



METODE PENELITIAN

            Metode penelitian ini adalah menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu pengumpulan data dari berbagai buku dan sumber tertentu.



PEMBAHASAN

            Berbagai cara komunikasi dapat dilatih untuk anak-anak tersebut, seperti membaca ekspresi wajah, membaca bibir, gerakan badan, sentuhan, dan getaran. Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang dipelajari seawal mungkin karena hal tersebut berkaitan dengan perkembangan otak. Hal ini disebabkan kemampuan bagian otak yang membentuk bahasa penuturan mempunyai jangka waktu tertentu. Lebih lama bagian otak tersebut tidak mendapat rangsangan auditoris, akan lebih terhambat perkembangan bahasanya.
            Menurut Smith (2009, hal 203), terdapat tiga dasar metode pendekatan pengajaran alternatif bagi siswa penyandang tunarungu, yaitu:

1.      Metode Manual
Metode manual terdisir dua komponen dasar, yaitu bahasa isyarat (sign language) dan abjad jadi (finger spelling).
Bahasa isyarat. SIBI yang dibakukan merupakan salah satu media yang membantu komunikasi sesama tunarungu didalam masyarakat yang lebih luas. Wujudnya adalah tatanan yang sistematis bagi seperangkat isyarat jari, tangan, dan berbagai gerak untuk melambangkan kosa kata bahasa Indonesia. Isyarat yang dikembangkan mengenai aspek linguistik bahasa isyarat.
Abjad jari. Secara harfiah, abjad jari merupakan usaha untuk menggambarkan alpabet secara manual dengan menggunakan satu tangan. Abjad jari adalah isyarat yang dibentuk dengan jari-jari tangan (tangan kanan atau tangan kiri) untuk mengeja huruf atau angka. Bentuk isyarat bagi huruf dan angka di dalam SIBI serupa dengan International Manual Alphabet. Abjad jari digunakan untuk mengisyaratkan nama diri, mengisyaratkan singkatan atau akromin, dan mengisyaratkan kata yang belum ada isyaratnya.

2.      Metode Oral
Pendekatan oral menekankan pada pembimbingan ucapan dan pembacaan ucapan. Para pendidik kebutuhan khusus yang setuju dengan metode ini memandang bahwa ketergantungan pada bahasa isyarat dan abjad jari membuat eksklusi penyandang tunarungu. Kurangnya orang yang tertarik menggunakan dan memahami komunikasi manusia juga seakan-akan membatasi mereka yang menggunakan metode ini sebagai alat utama komunikasinya. Metode oral membantu siswa untuk lebih memahami ucapan orang lain. Siswa akan dilatih untu memperhatikan gerak bibir, posisi bibir, serta gigi dapat memahami apa yang sedang diucapkan. Penyandang tuna rungu juga diajari cara membaca isyarat-isyarat seperti ekspresi wajah yang akan memudhkan mereka berkomunikasi.

3.      Metode Komunikasi Total
Metode komunikasi total adalah penggabungan kedua metode sebelumnya. Metode ini dipopulerkan oleh lembaga Maryland School for the Deaf. Lembaga ini membuat gerakan dengan menghapuskan perbedaan teoritis dan metodologis antara pendekatan oral dan manual. Komunikasi total memuat spektrum model bahasa yang lengkap, membedakan gerakan/mimic tubuh anak, bahasa isyarat yang formal, belajar berbicara, membaca ucapan, abjad jari, serta membaca dan menulis. Dengan komunikasi total, anak tunarungu memiliki kesempatan untuk mengembangkan dirinya.

Ada dua hal penting yang menjadi ciri khas hambatan anak tunarungu dalam aspek kehabasaannya. Pertama, konsekuensi akibat kelainan pendengaran (tunarungu) berdampak pada kesulitan dalam menerima segala macam peristiwa bunyi yang ada di sekitarnya. Kedua, akibat keterbatasannya dalam menerima rangsang bunyi pada gilirannya penderita akan mengalami kesulitan dalam memproduksi suara atau bunyi bahasa yang ada disekitarnya. Kemunculan kedua kondisi tersebut pada anak tunarungu, secara langsung dapat berpengaruh terhadap kelancaran perkembangan bahasa dan bicaranya.
Terhambatnya perkembangan bahasa dan bicara pada anak tunarungu jelas merupakan masalah utama, karena kita tahu bahwa perkembangan bahasa dan bicara bagi manusia mempunyai peranan yang vital.
Memerhatikan keterbatasan kemampuan anak tunarungu dari aspek kemampuan bahasa dan bicaranya, pendekatan yang lazim digunakan untuk mengembangkan kemampuan bahasa dan bicara anak tunarungu, yaitu oral dan isyarat. Selama beberapa dekade pendekatan tersebut digunakan dalam pendidikan anak tunarungu secara kontroversial, sebab masing-masing institusi punya dasar filosofi yang berbeda.












KESIMPULAN

            Anak penyandang tunarungu adalah anak yang kehilangan kemampuan untuk mendengar yang mengakibatkan tidak mampu untuk menggunakan pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga pada perkembangan selanjutnya anak tunarungu mengalami hambatan dalam perkembangan bahasa dan berbicara. Ketunarunguan yang berdampak pada bahasa dan hambatan dalam berkomunikasi, keadaan ini menyebabkan anak tunarungu mengalami kesulitan bila berhubungan dengan orang-orang normal.


SARAN

            Memasukkan anak tunarungu di sekolah berkebutuhan khusus akan meningkatkan kemampuan mereka dalam berkomunikasi, karena mereka diberikan pembelajaran secara khusus yang berbeda yang membuat mereka lebih mengerti. Selain itu, orang tua, keluarga dan masyarakat yang berada di lingkungan anak tunarungu tersebut tidak boleh memojokkan karena dia memiliki kekurangan, justru kita harus menyayangi dan memperlakukannya seperti orang normal lainnya.



DAFTAR PUSTAKA

Sanjaya, Ridwan dan Magdalena Yuniati. (2010). Observasi pada Anak Tunarungu dan Tunawicara. [Online]. Tersedia: http://anandaleo.blogspot.com/2011/12/tuna-rungu-tuna-wicara.html. 30 Desember 2014.

Efendi, Mohammad. 2008. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Cetakan Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.

Muhammad, Jamila K.A. 2012. Sekolah Inklusif. Cetakan Ketiga. Bandung: Nuansa.

Semiawan, Conny R. dan Frieda Mangunsong. 2010. Keluarbiasaan Ganda. Cetakan Pertama. Jakarta: Kencana.


Sastrawinata, E. 1979. Pendidikan Anak Tunarungu. Jakarta: Depdikbud.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar