METODE PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN BAHASA
ISYARAT BAGI TUNARUNGU
FIRDA AGHNIA
1400974
DEPARTEMEN
PENDIDIKAN BAHASA JERMAN
FAKULTAS
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN INDONESIA
ABSTRAK
Manusia diciptakan oleh Tuhan berbeda-beda, manusia diberikan
kelebihan serta kekurangannya masing-masing. Tunarungu adalah penyandang cacat
fisik yang mempunyai keterbatasan pada pendengaran. Masalah yang dihdapi oleh
anak tunarungu cukup berat dan biasanya yang dianggap sebagai sumber
permasalahan adalah kurangnya kemampuan untuk berkomunikasi. Namun anak
tunarungu memiliki cara pembelajaran dengan memaksimalkan indera pengelihatan
sebagai alat dalam menerima rangsangan informasi bahasa, dan cara untuk
berkomunikasinya adalah dengan menggunakan berbagai metode salah satunya
menggunakan bahasa isyarat.
Kata Kunci :
Tunarungu, Metode.
PENDAHULUAN
Secara
alami, anak tuna rungu akan berusaha memaksimalkan sisa indra pada tubuh mereka
yang masih berfungsi secara maksimal untuk dapat menerima respon dari luar
tubuh mereka, salah satu bentuk rangsangan adalah berupa informasi bahasa yang
dapat mereka terima dengan indra penglihatan mereka. Bagi para penyandang
tunarungu, komunikasi merupakan hal yang sangat penting. Komunikasi paling
efektif untuk para tunarungu adalah komunikas non lisan. Komunikasi ini menggunakan
bahasa isyarat berupa gerakan isyarat tangan, isyarat tubuh, membaca gerak
bibir dan mimik wajah. Karena anak tunarungu tidak biasa mendengar bahasa
seseorang, kemampuan bahasanya tidak akan berkembang, apalagi bicaranya
sehingga dalam perkembangan bahasanya akan jauh tertinggal dari anak yang bisa
mendengar. Kondisi
ini semakin tidak menguntungkan bagi penderita tunarungu yang harus berjuang
dalam meniti tugas perkembangannya. Oleh karena itu, untuk mengembangkan
potensi anak tunarungu secara optimal praktis memerlukan layanan atau bantuan
secara khusus.
TUJUAN
PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan
metode pembelajaran menggunakan bahasa isyarat terhadap anak tunarungu.
METODE
PENELITIAN
Metode penelitian ini adalah menggunakan
pendekatan kualitatif, yaitu pengumpulan data dari berbagai buku dan sumber
tertentu.
PEMBAHASAN
Berbagai cara komunikasi dapat
dilatih untuk anak-anak tersebut, seperti membaca ekspresi wajah, membaca
bibir, gerakan badan, sentuhan, dan getaran. Komunikasi yang efektif adalah
komunikasi yang dipelajari seawal mungkin karena hal tersebut berkaitan dengan
perkembangan otak. Hal ini disebabkan kemampuan bagian otak yang membentuk bahasa
penuturan mempunyai jangka waktu tertentu. Lebih lama bagian otak tersebut
tidak mendapat rangsangan auditoris, akan lebih terhambat perkembangan
bahasanya.
Menurut Smith (2009, hal
203), terdapat tiga dasar metode pendekatan pengajaran alternatif bagi siswa
penyandang tunarungu, yaitu:
1. Metode Manual
Metode
manual terdisir dua komponen dasar, yaitu bahasa isyarat (sign language) dan abjad jadi (finger
spelling).
Bahasa isyarat. SIBI yang dibakukan merupakan
salah satu media yang membantu komunikasi sesama tunarungu didalam masyarakat
yang lebih luas. Wujudnya adalah tatanan yang sistematis bagi seperangkat
isyarat jari, tangan, dan berbagai gerak untuk melambangkan kosa kata bahasa
Indonesia. Isyarat yang dikembangkan mengenai aspek linguistik bahasa isyarat.
Abjad jari. Secara harfiah, abjad jari merupakan usaha untuk
menggambarkan alpabet secara manual dengan menggunakan satu tangan. Abjad jari
adalah isyarat yang dibentuk dengan jari-jari tangan (tangan kanan atau tangan
kiri) untuk mengeja huruf atau angka. Bentuk isyarat bagi huruf dan angka di
dalam SIBI serupa dengan International
Manual Alphabet. Abjad jari digunakan untuk mengisyaratkan nama diri,
mengisyaratkan singkatan atau akromin, dan mengisyaratkan kata yang belum ada
isyaratnya.
2. Metode Oral
Pendekatan
oral menekankan pada pembimbingan ucapan dan pembacaan ucapan. Para pendidik
kebutuhan khusus yang setuju dengan metode ini memandang bahwa ketergantungan
pada bahasa isyarat dan abjad jari membuat eksklusi penyandang tunarungu.
Kurangnya orang yang tertarik menggunakan dan memahami komunikasi manusia juga
seakan-akan membatasi mereka yang menggunakan metode ini sebagai alat utama
komunikasinya. Metode oral membantu siswa untuk lebih memahami ucapan orang
lain. Siswa akan dilatih untu memperhatikan gerak bibir, posisi bibir, serta
gigi dapat memahami apa yang sedang diucapkan. Penyandang tuna rungu juga
diajari cara membaca isyarat-isyarat seperti ekspresi wajah yang akan memudhkan
mereka berkomunikasi.
3. Metode Komunikasi Total
Metode komunikasi
total adalah penggabungan kedua metode sebelumnya. Metode ini dipopulerkan oleh
lembaga Maryland School for the Deaf. Lembaga ini membuat gerakan dengan
menghapuskan perbedaan teoritis dan metodologis antara pendekatan oral dan
manual. Komunikasi total memuat spektrum model bahasa yang lengkap, membedakan
gerakan/mimic tubuh anak, bahasa isyarat yang formal, belajar berbicara,
membaca ucapan, abjad jari, serta membaca dan menulis. Dengan komunikasi total,
anak tunarungu memiliki kesempatan untuk mengembangkan dirinya.
Ada dua
hal penting yang menjadi ciri khas hambatan anak tunarungu dalam aspek
kehabasaannya. Pertama, konsekuensi akibat kelainan pendengaran (tunarungu)
berdampak pada kesulitan dalam menerima segala macam peristiwa bunyi yang ada
di sekitarnya. Kedua, akibat keterbatasannya dalam menerima rangsang bunyi pada
gilirannya penderita akan mengalami kesulitan dalam memproduksi suara atau
bunyi bahasa yang ada disekitarnya. Kemunculan kedua kondisi tersebut pada anak
tunarungu, secara langsung dapat berpengaruh terhadap kelancaran perkembangan
bahasa dan bicaranya.
Terhambatnya
perkembangan bahasa dan bicara pada anak tunarungu jelas merupakan masalah
utama, karena kita tahu bahwa perkembangan bahasa dan bicara bagi manusia
mempunyai peranan yang vital.
Memerhatikan
keterbatasan kemampuan anak tunarungu dari aspek kemampuan bahasa dan
bicaranya, pendekatan yang lazim digunakan untuk mengembangkan kemampuan bahasa
dan bicara anak tunarungu, yaitu oral dan isyarat. Selama beberapa dekade
pendekatan tersebut digunakan dalam pendidikan anak tunarungu secara
kontroversial, sebab masing-masing institusi punya dasar filosofi yang berbeda.
KESIMPULAN
Anak
penyandang tunarungu adalah anak yang kehilangan kemampuan untuk mendengar yang
mengakibatkan tidak mampu untuk menggunakan pendengarannya dalam kehidupan
sehari-hari. Sehingga pada perkembangan selanjutnya anak tunarungu mengalami
hambatan dalam perkembangan bahasa dan berbicara. Ketunarunguan yang berdampak
pada bahasa dan hambatan dalam berkomunikasi, keadaan ini menyebabkan anak
tunarungu mengalami kesulitan bila berhubungan dengan orang-orang normal.
SARAN
Memasukkan anak tunarungu
di sekolah berkebutuhan khusus akan meningkatkan kemampuan mereka dalam
berkomunikasi, karena mereka diberikan pembelajaran secara khusus yang berbeda
yang membuat mereka lebih mengerti. Selain itu, orang tua, keluarga dan
masyarakat yang berada di lingkungan anak tunarungu tersebut tidak boleh
memojokkan karena dia memiliki kekurangan, justru kita harus menyayangi dan
memperlakukannya seperti orang normal lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Sanjaya, Ridwan dan Magdalena Yuniati. (2010). Observasi pada Anak Tunarungu dan Tunawicara. [Online]. Tersedia: http://anandaleo.blogspot.com/2011/12/tuna-rungu-tuna-wicara.html. 30 Desember 2014.
Efendi, Mohammad. 2008. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Cetakan
Kedua. Jakarta: Bumi Aksara.
Muhammad, Jamila K.A. 2012. Sekolah Inklusif. Cetakan Ketiga.
Bandung: Nuansa.
Semiawan, Conny R. dan Frieda
Mangunsong. 2010. Keluarbiasaan Ganda. Cetakan
Pertama. Jakarta: Kencana.
Sastrawinata, E. 1979. Pendidikan Anak Tunarungu. Jakarta:
Depdikbud.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar