KEMAMPUAN ANAK USIA DINI
MEMPELAJARI
BAHASA ASING
Oleh :
Witri Riyanti
1405668
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JERMAN
FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2015
ABSTRAK
Tujuan
dari penelitian ini untuk mengetahui dan mendeskripsikan kemampuan dan
kecepatan anak dalam mempelajari bahasa
asing apakah mudah dipelajari dan mudah di ingat oleh si anak. Metode
penelitian yang digunakan adalah penelitian melalui metode deskriptif.Data
terdiri dari perkembangan fungsi otak, priode skill, dan bagaimana megajarkan
bahasa kedua kepada anak. Hasil analisis data menunjukan bahwa anak usia dini
adalah masa keemasan untuk mempelajari berbagai bahasa.
Kata
kunci: perkembangan anak, kemampuan anak, bahasa asing
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
. Latar Belakang
Masalah
Bahasa merupakan alat komunikasi bagi setiap orang,
termasuk anak-anak.Anak dapat mengembangkan kemampuan sosialnya (social skill)
melalui berbahasa.Keterampilan bergaul dalam lingkungan sosial dimulai dengan
penguasaan kemampuan berbahasa.
Periode
paling sensitif terhadap bahasa dalam kehidupan seseorang adalah antara umur
nol sampai delapan tahun.Segala macam aspek dalam berbahasa harus diperkenalkan
kepada anak sebelum masa sensitif ini berakhir. Pada periode sensitif ini
sangat penting diperkenalkan cara berbahasa yang baik dan benar, karena
keahlian ini sangat berguna untuk berkomunikasi dengan lingkungannya (Maria
Montessori,1991).
Tujuan
tersebut ialah supaya anak dapat memahamicara berbahasa yang baik dan benar,
berani mengungkapakan ide ataupendapatnya dan dapat berkomunikasi dengan
lingkungannya.
1.2. Rumusan Masalah
Masalah
yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah kemampuan anak dalam mempelajari
bahasa asing. Dari masalah tersebut dapat diperoleh rumusan masalah yaitu apa
saja yang dapat anak mampu mempelajari bahasa asing dengan mudah.
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai
dengan permasalahan, tujuan penelatian ini adalah untuk mendeskripsikan
kemampuan anak usia dini mempelajari bahasa asing, serta alasan kenapa anak
usia dini harus mempelajari berbagai bahasa dan bagaimana agar anak mudah
mempelajari bahasa.
1.4. Metode Penelitian
Metode
yang digunakan metode deskriptif.Dalam penelitian yang bersifat deskriptif
terdapat tiga tahapan pelaksanaan penelitian yaitu penyedian data, analisis
data, dan penyajian hasil analisis data (Mahsun, 2005:84).
BAB
II
ISI
2.1. Pembahasan
Mengapa kemampuan berbahasa dapat dijadikan salah
satu indikator kecerdasan anak usia dini? Anak pada masa usia dini akan
mengalami masa keemasannya yang disebut juga masa peka. Masa peka adalah
masa dimana anak menjadi peka dan merespon stimulan yang diberikan oleh
lingkungan disekitarnya.
Di
masa inilah anak mengembangkan aspek-aspek yang ada pada dirinya seperti
kemampuan kognitif, motorik, sosio emosional, agama, moral juga bahasa.Menulis
juga membaca merupakan contoh kegiatan dalam mengembangkan aspek bahasa.
Semua
kegiatan melatih dan mengembangkan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi anak
sangat bergantung pada bagaimana cara kita mengenalkannya pada mereka.
Sebetulnya berapa usia terbaik atau paling optimum
untuk seorang anak mempelajari bahasa kedua? Seperti kita ketahui bahwa
biasanya seorang anak akan mempelajari bahasa yang pertama (first
language), yaitu bahasa ibu. Anak Indonesia biasanya menguasai Bahasa
Indonesia atau bahasa daerah sebagai bahasa yang pertama. Untuk menjawab
pertanyaan berapa usia optimum anak untuk belajar bahasa kedua (ketiga dst),
mari kita tengok beberapa hal yang berkaitan dengan kemampuan belajar bahasa
pada anak.
2.1.1. Belajar bahasa merupakan proses alamiah
seorang anak
Dalam
milestones perkembangan seorang bayi mulai mengeluarkan 700 jenis bunyi atau
babbling (mengoceh) pada usia 6 bulan. Ia dapat menyerap hingga 2000 kosakata
dari lingkungannya saat usia 4 tahun (Kotulak, 1996).
-CritticalPeriod
Berdasarkan hipotesis periode kritis, seorang anak memiliki periode waktu dimana ia memiliki puncak skill mempelajari bahasa kedua. Peneliti menyebutkan periode ini berlangsung pada 3 tahun pertama kehidupan dan berakhir pada usia 6-7 tahun. Hal ini dihubungkan dengan perkembangan fungsi otak yang plastis pada periode ini.
Berdasarkan hipotesis periode kritis, seorang anak memiliki periode waktu dimana ia memiliki puncak skill mempelajari bahasa kedua. Peneliti menyebutkan periode ini berlangsung pada 3 tahun pertama kehidupan dan berakhir pada usia 6-7 tahun. Hal ini dihubungkan dengan perkembangan fungsi otak yang plastis pada periode ini.
Setiap
anak yang sehat terlahir dengan 100 milyar sel otak, dan masing-masing sel
dapat membuat 20.000 koneksi.Seberapa banyak sel membuat koneksi tergantung
pada stimulasi lingkungannya (Diamond, 1988; Ornstein, 1984, 1986). 50%
kemampuan belajar akan terbentuk dalam usia satu tahun pertama dan 30 persen
selanjutnya terbentuk sampai sekitar usia 8 tahun. Secara sederhana dapat
dikatakan bahwa dalam tahun-tahun pertama kehidupan seorang anak akan membentuk
jaras belajar (learning pathways) yang penting di dalam otak (Bloom, 1964).
Teori ini dapat dibuktikan di sekolah Swedia yang merupakan salah satu negara
multilingual dimana dapat diumpai anak-anak usia 3 tahun dapat berbicara 3
bahasa dengan fasih (Dryden & Vos, 1997).
Peneliti
lain berpendapat bahwa periode kritis ini berlangsung hingga usia
pubertas, dan inilah periode terbaik untuk belajar bahasa kedua. Hingga
usia 12 tahun otak bagaikan spons super yang dapat menyerap segala sesuatu.
Selain itu, dalam periode ini akan terbentuk fondasi berpikir, berbahasa,
penglihatan, attitude, aptitude dan karakter lain. Setelah melewati tahap ini
maka periode kritis akan berhenti dan arsitektur fundamental otak telah
sempurna terbentuk (Kotulak, 1996).
BAGAIMANA
MENGAJARKAN BAHASA KEDUA ATAU KETIGA PADA ANAK?
Ada 6 jaras utama belajar dalam otak, yaitu belajar melalui penglihatan, suara, rasa, sentuhan, bau dan mempraktekkan sesuatu (Dryden & Vos, 1997). Anak dapat belajar dari pendengaran, imitating, dan practicing. Jadi kita dapat menggunakan permainan atau games, lagu dan sebagainya. Dan yang terpenting proses ini haruslah fun, menyenangkan, tidak dipaksakan dan bukan merupakan beban bagi anak.(Jensen, 1994; Dryden & Vos, 1997).
Ada 6 jaras utama belajar dalam otak, yaitu belajar melalui penglihatan, suara, rasa, sentuhan, bau dan mempraktekkan sesuatu (Dryden & Vos, 1997). Anak dapat belajar dari pendengaran, imitating, dan practicing. Jadi kita dapat menggunakan permainan atau games, lagu dan sebagainya. Dan yang terpenting proses ini haruslah fun, menyenangkan, tidak dipaksakan dan bukan merupakan beban bagi anak.(Jensen, 1994; Dryden & Vos, 1997).
BAB
III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan dan Saran
·
Proses belajar bahasa kedua atau bahasa
asing yang simultan dapat dimulai pada usia anak 3 tahun
·
Periode puncak belajar bahasa kedua
yaitu pada usia 3 – 7 tahun sampai pre pubertas (12 tahun)
·
Beri waktu yang cukup bagi seorang anak
untuk menguasai satu bahasa secara penuh terlebh dahulu (bahasa ibu) sebelum
memperkenalkan bahasa kedua, ketiga dan seterusnya supaya mereka tidak melalui
masa kebingungan untuk mengekspresikan sesuatu.
·
Bila ingin mengajarkan lebih dari satu
bahasa pada anak, sebisa mungkin prosesnya dibuat balance dan fun, tidak
bersifat memaksakan dan membebani anak.
·
Gunakan berbagai sarana yang bersifat
menyenangkan seperti permainan,lagu, buku cerita sewaktu mengenalkan bahasa
kedua pada anak
DAFTAR PUSTAKA
Auryn,
Virzara. (2007). How To Create a Smart
Kids?.Yogyakarta: Kata Hati
Eka. (2012). “PERLUKAH BELAJAR BAHASA ASING
SECARA DINI PADA ANAK?”.[Online].
Tersedia: http://dokteranakku.net/articles/2012/12/perlukah-belajar-bahasa-asing-secara-dini-pada-anak.html
yang direkam pada 13 Des 2012. [28 Desember 2014].
Miftahul. (2014). “Bagaimanakah Perkembangan Bahasa pada Anak Usia Dini (AUD)?”.[Online].
Tersedia: http://edukasi.kompasiana.com/2014/04/16/bagaimanakah-perkembangan-bahasa-pada-anak-usia-dini-aud-647187.html yang direkam pada 16 April 2014 01:28 GMT. [26 Desember 2014].
Bloom,
B.S. (1964). “Stability
and Change in Human Characteristics”. New York: Wiley.
Diamond,
M. (1988). “Enriching
Heredity”.
New
York: Macmillan.
Dryden, G. & Vos,
J. (1997).The Learning Revolution.
Auckland, NZ: The Learning Web.
Jensen, E. (1994). “The Learning Brain”. San
Diego: Turning Point for Teachers.
Kotulak, R. (1996). Inside the Brain. Andrews and McMeel.
Kuhl, P. K. (2004). Early language acquisition: Cracking the
speech code. Nature Reviews Neuroscience, 5 (11), 831-843.
McLaughlin, B.,
Blanchard, A., & Osanai, Y. (1995).
Assessing language development in bilingual preschool children. NCELA Program
Information Guide Series, 22.
Ornstein, R. (1984). “The Amazing Brain”. Boston:
Houghton Mifflin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar