Selasa, 06 Januari 2015

Yuana Pusparini

Gaya Bahasa dalam Novel Ayat-Ayat Cinta
Karya Habiburrahman El Shirazy


Yuana Pusparini, B.Jerman A
Universitas Pendidikan Indonesia

Abstrak:
Novel Ayat-ayat Cinta ini mendapat sorotan khusus dari para sastrawan-sastrawan bangsa. Bukan hanya dari segi cerita yang menarik tetapi juga dalam hal Majas atau Gaya Bahasa. Bahasa dalam karya sastra mengandung unsur keindahan. Keindahan adalah aspek dari estetika. Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Zulfahnur, Gaya bahasa dan penulisan merupakan salah satu unsur yang menarik dalam sebuah bacaan. Setiap penulis mempunyai gaya yang berbeda-beda dalam menuangkan setiap ide tulisannya. Setiap tulisan yang dihasilkan nantinya mempunyai gaya penulisan yang dipengaruhi oleh penulisnya, sehingga dapat dikatakan bahwa, watak seorang penulis sangat mempengaruhi sebuah karya yang ditulisnya. Hal ini selaras dengan pendapat Pratikno (1984: 50) bahwa sifat, tabiat atau watak seseorang itu berbeda-beda.
PENDAHULUAN
Kata kunci: Gaya Bahasa (Majas), style
Novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk prosa dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Penulis handal yang menuai kesuksesan salah satunya adalah Habiburrahman El Shirazy. Beliau telah menciptakan novel yang sangat luar biasa. Beberapa karya populer yang telah terbit antara lain, Ketika Cinta Berbuah Surga, Pudarnya Pesona Cleopatra, Ayat-Ayat Cinta, Diatas Sajadah Cinta, Ketika Cinta Bertasbih Ketika Cinta Bertasbih 2 dan Dalam Mihrab Cinta. Kini sedang merampungkan Langit Makkah Berwarna Merah, Bidadari Bermata Bening, Bulan Madu di Yerussalem, dan Dari Sujud ke Sujud (kelanjutan dari Ketika Cinta Bertasbih). Dalam novel ini tercurah berbagai ekspresi kehidupan yang berhasil menggugah hati para pembaca khususnya di Indonesia.
Novel ini menceritakan  kisah cinta, tapi bukan kisah cinta sekedar kisah cinta yang biasa, ini tentang bagamana menghadapi turun-naiknya persoalan hidup dengan cara Islami. Fahri Bin Abdullah adalah pelajar dari Indonesia yang berusaha menggapai gelar masternya di Al-Azhar berurat dengan berbagai macam target dan kesederhanaan hidup. Novel ini bertema keagamaan. Dalam novel ini diceritakan sosok Fahri yang sangat menjunjung tinggi agama Islam. Selain itu novel ini menceritakan kisah cinta dimana Fahri harus memilih antara empat wanita yang mencintainya. Namun hal tersebut tidak lepas dari ajaran Islam dan tidak keluar dari ketentuan-ketentuan Islam.
Novel ini memiliki tata kebahasaan yang indah. Penulis novel ini menyisipkan berbagai gaya bahasa yang membuat novel ini gereget. Karya sastra adalah sebuah wacana yang memiliki kekhasan tersendiri. Seorang pengarang dengan kreativitasnya mengekspresikan gagasannya dengan menggunakan bahasa dengan memanfaatkan semua media yang ada dalam bahasa. Gaya berbahasa dan cara pandang seorang pegarang dalam memanfaatkan dan menggunakan bahasa tidak akan sama satu sama lain dan tidak dapat ditiru oleh pengarang lain karena hal ini sudah menjadi bagian dari pribadi seorang pengarang. Kalaupun ada yang meniru pasti akan dapat ditelusuri sejauh mana persamaan atau perbedaan antara karya yang satu dengan yang lainnya. Hal ini dapat diketahui mana karya yang hanya sebuah jiplakan atau imitasi.
Pemilihan bentuk bahasa yang digunakan pengarang akan berkaitan fungsi dan konteks pemakaiannya. Pemakaian gaya dalam sastra selalu dikaitkan dengan konteks yang melatar belakangi pemilihan dan pemakaian bahasa. Semua gaya bahasa itu berkaitan langsung dengan latar sosial dan kehidupan di mana bahasa itu digunakan.
Melalui gaya bahasa pembaca dapat menilai kepribadian dan kemampuan pengarang, semakin baik gaya bahasa yang digunakan, semakin baik pula penilaian terhadapnya. Sering dikatakan bahwa bahasa adalah pengarang yang terekam dalam karya yang dihaslkannya. Oleh sebab itu setiap pengarang mempunyai gayanya masing-masing.



METODOLIGI
Hakikat Gaya Bahasa dalam karya sastra
Gaya bahasa atau style adalah pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseoarang dalam bertutur atau menulis; pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu: keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra: cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk tulis atau lisan ( Hasan dalam Murtono, 2010:15). Gaya bahasa juga bermakna cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa (Keraf dalam Murtono, 2010:15). Gaya bahasa ini bersifat individu dan dapat juga bersifat kelompok. Gaya bahasa yang bersifat individu disebut idiolek, sedangkan yang bersifat kelompok (masyarakat) disebut dialek. Gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai pribadi, watak, dan watak, dan kemampuan seseorang ataupun masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut.
Jorgense dan Phillips (dalam Ratna, 2009: 84) mengatakan bahwa gaya bahasa bukan sekedar saluran, tetapi alat yang menggerakkan sekaligus menyusun kembali dunia sosial itu sendiri. Lebih jauh menurut Simpson (dalam Ratna, 2009: 84) gaya bahasa baik bagi penulis maupun pembaca berfungsi untuk mengeksplorasi kemampuan bahasa khususnya bahasa yang digunakan. Stilistika dengan demikian memperkaya cara berpikir, cara pemahaman, dan cara perolehan terhadap substansi kultural pada umumnya.
Retorika merupakan penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis yang diperoleh melalui kreativitas pengungkapan bahasa, yaitu bagaimana seorang pengarang menyiasati bahasa sebagai sarana untuk mengungkapkan gagasannya. Pengungkapan bahasa dalam sastra mencerminkan sikap dan perasaan pengarang yang dapat digunakan untuk mempengaruhi sikap dan perasaan pembaca. Untuk itu, bentuk pengungkapan bahasa harus efektif dan mampu mendukung gagasan secara tepat yang memiliki segi estetis sebagai sebuah karya. Kekhasan, ketepatan, dan kebaruan pemilihan bentuk-bentuk pengungkapan yang berasal dari imajinasi dan kreatifitas pengarang dalam pengungkapan bahasa dan gagasan sangat menentukan keefektifan wacana atau karya yang dihasilkan. Hal ini bisa dikatakan bahwa bahasa akan menentukan nilai kesastraan yang akan diciptakan.

Gaya Bahasa pada Novel Ayat-Ayat Cinta
Gaya bahasa atau majas adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun. Penulis menggunakan gaya bahasa sebagai berikut:
Gaya Bahasa Klimaks
Gaya bahasa Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal yang dituntut semakin lama semakin meningkat. Gaya bahasa  ini ditemukan dalam novel Ayat Ayat Cinta seperti dalam penggalan teks berikut.
Meskipun   butut,   ini   adalah   tas   bersejarah   yang   setia   menemani diriku  menuntut  ilmu  sejak di Madrasah Aliyah  sampai  saat  ini,  saat menempuh S.2.  di universitas tertua di dunia (Habiburrahman,2000:17).
Pada penggalan teks tersebut terdapat penggunaan gaya bahasa klimaks yang ditandai kelompok kata seperti sejak di Madrasah Aliyah, saat  ini, menempuh S.2.  Urutan pikiran yang makin meningkat berdasarkan kepentingan merupakan bentuk klimaks.
Gaya Bahasa Antiklimaks
Gaya bahasa antiklimaks adalah gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal berurutan semakin lama semakin menurun. Penggunaan kalimat yang bergaya bahasa antiklimaks. Terdapat pada penggalan teks berikut.
Sahabat  nabi  itu  lalu  meninggalkan  diriku. Semakin  lama  semakin  jauh.  Mengecil.  Menjadi  titik.  Dan  hilang.  Aku  merasa kehilangan dan sedih. Mataku basah  (Habiburrahman,2000:182)
Pengurutan acuan terdapat dalam penggalan teks tersebut yang diawali dengan urutan yang lebih penting. Kelompok kalimat tersebut seperti,  meninggalkan  diriku, lama  semakin  jauh, mengecil,  menjadi  titik,  dan  hilang.
Gaya Bahasa Paralelisme
Gaya bahasa pararelisme adalah penegasan yang berupa pengulangan kata pada baris atau kalimat. Dalam novel Ayat Ayat Cinta ditemukan penggalan teks yang berisi  kalimat yang bergaya bahasa paralelisme. Penggalan teks itu ditandai dengan huruf yang bercetak tebal merupakan bentuk gaya bahasa paralelisme. Gaya bahasa dalam novel AAC  terdapat  lima yang ditemukan. Seperti pada penggalan teks di bawah yang ditandai dengan kelompok kata yang menunjukkan keparalelismean.
Tengah hari ini, kota Cairo seakan membara. Matahari berpijar di tengah petala langit. Seumpama lidah api yang menjulur dan dan menjilat-jilat bumi. Tanah dan  pasir  menguapkan  bau  neraka
Penggunaan gaya bahasa paralelisme pada penggalan teks tersebut terdapat seakan membara, matahari berpijar. Kata membara sejajar dengan kata berpijar. Sedangkan   lidah api yang menjulur, sejajar dengan menjilat-jilat bumi.
Gaya Bahasa Antitesis
Gaya bahasa antitesis adalah gaya bahasa yang menggunakan pasangan kata yang berlawanan maknanya. Dalam novel AAC ditemukan penggalan teks yang berisi kalimat yang bergaya bahasa antitesis.
 Awal-awal Agustus biasanya pengumuman keluar. Namun sampai hari ini, pengumuman belum juga keluar  (Habiburrahman,2000:17)
Kalimat yang bergaya bahasa antitesis terdapat dalam  penggalan teks tersebut. Hal itu ditandai dengan dengan kata hubung namun. Kata namun tercermin bentuk berlawanan, di mana pada bulan Agustus biasanya pengumuman keluar, tetapi ternyata pada hari ini belum ada pengumuman.
Gaya Bahasa Anafora
Gaya bahasa anafora adalah gaya bahasa repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Hal itu ditemukan dalam novel AAC yaitu penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa anafora.
Tak kenal kata absen. Tak kenal cuaca dan musim. (Habiburrahman,2000:16)
Pengulangan kelompok kata tak kenal terdapat dalam  penggalan teks tersebut. Kelompok kata itu diulang kembali pada kelimat kedua. 
Gaya Bahasa Epizeuksis
Gaya bahasa epizeukis termasuk dalam kelompok gaya bahasa repetisi. Epizeuksis adalah repetisi yang bersifat langsung,  artinya kata yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut. Berikut penggalan teks berisi kalimat bergaya bahasa epizeukis yang terdapat dalam novel AAC sebagai berikut:
Aku satu-satunya orang asing, sekaligus satu-satunya yang dari Indonesia. (Habiburrahman,2000:17) 
Pemakaian gaya bahasa epizeukis dalam penggalan teks (6) berupa penggalan kata satu-satunya yang diulang dua kali. Kata itu dipentingkan dalam kalimat. 
Gaya Bahasa Tautotes
Gaya bahasa Tautotes termasuk dalam kelompok gaya bahasa repetisi. Tautotes adalah bentuk repitisi  atas sepenggalan kata yang berulang-ulang dalam sepenggalan konstruksi. Hal itu ditemukan penggalan teks yang berisi kalimat yang bergaya bahasa tautotes.
Dakwah ya dakwah, ibadah ya ibadah. (Habiburrahman,2000:106)
Penggunaan gaya bahasa dalam penggalan teks tersebut terdapat pengulangan dalam satu konstruksi yaitu kata dakwah dan ibadah.
Gaya Bahasa  Hiperbola
Gaya bahasa hiperbola adalah gaya bahasa yang berisi suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesarkan-besarkan sesuatu hal. Hal itu ditemukan dalam novel AAC  sebagaimana  penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa hiperbola.
Aku  cepat-cepat  melangkah ke  jalan menuju  masjid  untuk  shalat  zhuhur. Panasnya bukan main (Habibirrahman, 2000:29).
Dalam penggalan teks tersebut terdapat kelompok kata bukan main, yang terkandung maksud bahwa pada saat zhuhur terlalu panas dan tidak dapat ditentukan berapa derajat suhunya. Kelompok kata itu merupakan pembentuk gaya bahasa hiperbola.
Gaya Bahasa personifikasi
Dalam novel AAC ditemukan penggalan teks yang  berisi kalimat bergaya bahasa personifikasi. Berikut penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa personifikasi.
Seumpama lidah api yang menjulur dan menjilat-jilat bumi. (Habibirrahman. 2000:15)
Gaya bahasa personifikasi terdapat dalam penggalan teks tersebut adalah lidah api  yang seolah-olah berperilaku seperti manusia (bernyawa) yakni menjulur dan menjilat-jilat.   Hal yang dipaparkan dalam penggalan teks itu menandaskan bahwa lidah api atau sinar matahari yang bersinar ke bumi.
Gaya Bahasa  Sarkasme
Hal itu ditemukan penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa sarkasme dalam novel AAC.  Berikut ini penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa sarkasme.
 Ayolah khoemeini benar Amerika itu setan! Setan harus dibunuh (Habiburrahman, 2000:48)
Gaya bahasa sarkasme yang terdapat dalam penggalan teks tersebut adalah Amerika itu setan! Setan harus dibunuh. Ungkapan itu dipaparkan bentuk makian kepada  negara Amerika.
Gaya Bahasa  Metafora
Gaya bahasa metafora adalah gaya  bahasa yang membandingkan dua hal secara langsung yang memiliki sifat yang sama, tetapi dalam bentuk singkat. Hal itu ditemuakn penggalan teks yang  berisi kalimat bergaya bahasa metafora dalam novel AAC. Berikut penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa metafora.
Matahari berpijar di tengah petala langit. (Habiburrahman, 2000:15)
Pada penggalan teks tersebut terdapat ungkapan petala langit  yang berarti tingkatan langit yang paling tinggi sehingga kedudukan matahari disamakan dengan petala langit yang tingkatnya tinggi dan jauh.
Gaya Bahasa Perumpamaan atau Smile
Dalam novel AAC  ditemukan penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa perumpaman/simile. Berikut penggalan  teks yang berisi kalimat bergaya bahasa perumpamaan/simile.
Tengah  hari ini Kota Cairo seakan membara  (Habiburrahman, 2000:15).
                 Dalam penggalan teks tersebut terdapar gaya bahasa  perumpamaan/simile. Hal ini ditandai dengan adanya kata hubung seakan.  Kata seakan  adalah ciri dari gaya bahasa ini.




ANALISIS HASIL DATA
Fungsi dan Tujuan Gaya Bahasa (Majas, Style)
Dalam novel Ayat-Ayat Cinta ini banyak terdapat berbagai macam gaya bahasa. Pengarang menyisipkan gaya bahasa ini bukan hanya sekedar agar karya terlihat bagus. Tetapi ada fungsi dan tujuan dari gaya bahasa tersebut. Gaya bahasa berfungsi meninggikan selera, artinya dapat meningkatkan minat pembaca/pendengar untuk mengikuti apa yang disampaikan pengarang/pembicara. Yang kedua yaitu mempengaruhi atau meyakinkan pembaca/pendengar, artinya dapat membuat pembaca semakin yakin dan mantap terhadap apa yang disampaikan pengarang/pembicara. Yang ketiga yaitu menciptakan keadaan perasaan hati tertentu, artinya dapat membawa pembaca hanyut dalam suasana hati tertentu, seperti kesan baik atau buruk, perasaan senang atau tidak senang, benci, dan sebagainya setelah menangkap apa yang dikemukakan pengarang. Adapun tujuannya yaitu memperkuat efek terhadap gagasan, yakni dapat membuat pembaca terkesan oleh gagasan yang disampaikan pengarang dalam karyanya. Seperti pada saat pengarang menceritakan saat-saat menegangkan, menyenangkan atau menegaskan berbagai situasi.
Gaya bahasa ialah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulissastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis. Gaya bahasa yang digunakan oleh penulis pada hakikatnya adalah cara menggunakan  bahasa yang setepat-tepatnya untuk melukiskan perasaan dan pikiran penulis yang berbeda dari corak bahasa sehari-hari dan bersifat subyektif. 

SIMPULAN
Novel Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy adalah novel yang penuh ekspresi dan mempunyai nilai pendidikan yang tinggi khususnya pendidikan beragama. Novel religi ini berhasil menghipnotis para pembaca. Nilai etika dan moral tidak lepas dari isi novel ini. Novel yang berjumlah 491 halaman ini pun dibuat film yang tidak kalah seru dari novelnya. Pada novel ini Habirurrahman El Shirazy atau sering disapa kang Abik mencurahkan ekspresi, perasaan dan gagasan-gagasan melalui berbagai macam gaya bahasa sehingga novel ini tidak ngambang dan tidak bosan dibaca.

REFERENSI
Abdul Somad, Adi (dkk). 2008. Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia. Bandung: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Aziz, Firman (dkk). 2014. Taktis Berbahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Bandung: Penerbit Asas UPI
El-Shirazy, Habiburrahman. 2000. Ayat-Ayat Cinta. Jakarta: Basmala Republika.
Khoir, Mazidatul. 2012. Gaya Bahasa dalam Karya Sastra. Tersedia di link http://mazidatulkhoir.wordpress.com/2012/10/07/gaya-bahasa-dalam-karya-sastra/. Diunduh pada tanggal 02 Januari 2015.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar