Gaya
Bahasa dalam Novel Ayat-Ayat Cinta
Karya
Habiburrahman El Shirazy
Yuana Pusparini, B.Jerman A
Universitas Pendidikan Indonesia
Abstrak:
Novel Ayat-ayat
Cinta ini mendapat sorotan khusus dari para sastrawan-sastrawan bangsa. Bukan
hanya dari segi cerita yang menarik tetapi juga dalam hal Majas atau Gaya
Bahasa. Bahasa dalam karya
sastra mengandung unsur keindahan. Keindahan adalah aspek dari estetika.
Pendapat tersebut sejalan dengan pendapat Zulfahnur, Gaya bahasa dan penulisan
merupakan salah satu unsur yang menarik dalam sebuah bacaan. Setiap penulis
mempunyai gaya yang berbeda-beda dalam menuangkan setiap ide tulisannya. Setiap
tulisan yang dihasilkan nantinya mempunyai gaya penulisan yang dipengaruhi oleh
penulisnya, sehingga dapat dikatakan bahwa, watak seorang penulis sangat
mempengaruhi sebuah karya yang ditulisnya. Hal ini selaras dengan pendapat
Pratikno (1984: 50) bahwa sifat, tabiat atau watak seseorang itu berbeda-beda.
PENDAHULUAN
Kata kunci: Gaya Bahasa (Majas), style
Novel adalah karangan yang panjang dan berbentuk prosa
dan mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain di
sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku. Penulis handal
yang menuai kesuksesan salah satunya adalah Habiburrahman El Shirazy. Beliau
telah menciptakan novel yang sangat luar biasa. Beberapa karya populer yang
telah terbit antara lain, Ketika Cinta Berbuah Surga, Pudarnya Pesona
Cleopatra, Ayat-Ayat Cinta, Diatas Sajadah Cinta, Ketika Cinta Bertasbih Ketika
Cinta Bertasbih 2 dan Dalam Mihrab Cinta. Kini sedang merampungkan Langit
Makkah Berwarna Merah, Bidadari Bermata Bening, Bulan Madu di Yerussalem, dan
Dari Sujud ke Sujud (kelanjutan dari Ketika Cinta Bertasbih). Dalam novel ini
tercurah berbagai ekspresi kehidupan yang berhasil menggugah hati para pembaca
khususnya di Indonesia.
Novel ini menceritakan
kisah cinta, tapi bukan kisah cinta sekedar kisah cinta yang biasa, ini
tentang bagamana menghadapi turun-naiknya persoalan hidup dengan cara Islami.
Fahri Bin Abdullah adalah pelajar dari Indonesia yang berusaha menggapai
gelar masternya di Al-Azhar berurat dengan berbagai macam target dan
kesederhanaan hidup. Novel ini
bertema keagamaan. Dalam novel ini diceritakan sosok Fahri yang sangat
menjunjung tinggi agama Islam. Selain itu novel ini menceritakan
kisah cinta dimana Fahri harus memilih antara empat wanita yang mencintainya.
Namun hal tersebut tidak lepas dari ajaran Islam dan tidak keluar dari
ketentuan-ketentuan Islam.
Novel
ini memiliki tata kebahasaan yang indah. Penulis novel ini menyisipkan berbagai
gaya bahasa yang membuat novel ini gereget. Karya sastra adalah sebuah wacana
yang memiliki kekhasan tersendiri. Seorang pengarang dengan kreativitasnya
mengekspresikan gagasannya dengan menggunakan bahasa dengan memanfaatkan semua
media yang ada dalam bahasa. Gaya berbahasa dan cara pandang seorang pegarang
dalam memanfaatkan dan menggunakan bahasa tidak akan sama satu sama lain dan
tidak dapat ditiru oleh pengarang lain karena hal ini sudah menjadi bagian dari
pribadi seorang pengarang. Kalaupun ada yang meniru pasti akan dapat ditelusuri
sejauh mana persamaan atau perbedaan antara karya yang satu dengan yang
lainnya. Hal ini dapat diketahui mana karya yang hanya sebuah jiplakan atau
imitasi.
Pemilihan bentuk bahasa yang digunakan pengarang akan
berkaitan fungsi dan konteks pemakaiannya. Pemakaian gaya dalam sastra selalu
dikaitkan dengan konteks yang melatar belakangi pemilihan dan pemakaian bahasa.
Semua gaya bahasa itu berkaitan langsung dengan latar sosial dan kehidupan di
mana bahasa itu digunakan.
Melalui gaya bahasa pembaca dapat menilai kepribadian dan
kemampuan pengarang, semakin baik gaya bahasa yang digunakan, semakin baik pula
penilaian terhadapnya. Sering dikatakan bahwa bahasa adalah pengarang yang
terekam dalam karya yang dihaslkannya. Oleh sebab itu setiap pengarang
mempunyai gayanya masing-masing.
METODOLIGI
Hakikat Gaya Bahasa dalam karya sastra
Gaya bahasa atau style adalah pemanfaatan atas kekayaan
bahasa oleh seseoarang dalam bertutur atau menulis; pemakaian ragam tertentu
untuk memperoleh efek-efek tertentu: keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok
penulis sastra: cara khas dalam menyatakan pikiran dan perasaan dalam bentuk
tulis atau lisan ( Hasan dalam Murtono, 2010:15). Gaya bahasa juga bermakna
cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa
dan kepribadian penulis atau pemakai bahasa (Keraf dalam Murtono, 2010:15). Gaya
bahasa ini bersifat individu dan dapat juga bersifat kelompok. Gaya bahasa yang
bersifat individu disebut idiolek, sedangkan yang bersifat kelompok
(masyarakat) disebut dialek. Gaya bahasa memungkinkan kita dapat menilai
pribadi, watak, dan watak, dan kemampuan seseorang ataupun masyarakat yang
menggunakan bahasa tersebut.
Jorgense
dan Phillips (dalam Ratna, 2009: 84) mengatakan bahwa gaya bahasa bukan sekedar
saluran, tetapi alat yang menggerakkan sekaligus menyusun kembali dunia sosial
itu sendiri. Lebih jauh menurut Simpson (dalam Ratna, 2009: 84) gaya bahasa
baik bagi penulis maupun pembaca berfungsi untuk mengeksplorasi kemampuan
bahasa khususnya bahasa yang digunakan. Stilistika dengan demikian memperkaya
cara berpikir, cara pemahaman, dan cara perolehan terhadap substansi kultural
pada umumnya.
Retorika
merupakan penggunaan bahasa untuk memperoleh efek estetis yang diperoleh
melalui kreativitas pengungkapan bahasa, yaitu bagaimana seorang pengarang
menyiasati bahasa sebagai sarana untuk mengungkapkan gagasannya. Pengungkapan
bahasa dalam sastra mencerminkan sikap dan perasaan pengarang yang dapat
digunakan untuk mempengaruhi sikap dan perasaan pembaca. Untuk itu, bentuk
pengungkapan bahasa harus efektif dan mampu mendukung gagasan secara tepat yang
memiliki segi estetis sebagai sebuah karya. Kekhasan, ketepatan, dan kebaruan
pemilihan bentuk-bentuk pengungkapan yang berasal dari imajinasi dan
kreatifitas pengarang dalam pengungkapan bahasa dan gagasan sangat menentukan
keefektifan wacana atau karya yang dihasilkan. Hal ini bisa dikatakan bahwa bahasa akan menentukan nilai
kesastraan yang akan diciptakan.
Gaya
Bahasa pada Novel Ayat-Ayat Cinta
Gaya
bahasa atau majas adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu
untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis
sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan
maupun. Penulis menggunakan gaya bahasa sebagai berikut:
Gaya
Bahasa Klimaks
Gaya bahasa Klimaks adalah semacam gaya bahasa yang
menyatakan beberapa hal yang dituntut semakin lama semakin meningkat. Gaya
bahasa ini ditemukan dalam novel Ayat Ayat Cinta seperti dalam penggalan
teks berikut.
Meskipun
butut, ini adalah tas
bersejarah yang setia menemani diriku
menuntut ilmu sejak di Madrasah Aliyah
sampai saat ini, saat menempuh
S.2. di universitas tertua di dunia (Habiburrahman,2000:17).
Pada penggalan teks tersebut terdapat penggunaan gaya bahasa klimaks yang
ditandai kelompok kata seperti sejak di Madrasah Aliyah, saat
ini, menempuh S.2. Urutan
pikiran yang makin meningkat berdasarkan kepentingan merupakan bentuk klimaks.
Gaya
Bahasa Antiklimaks
Gaya bahasa antiklimaks adalah gaya bahasa yang
menyatakan beberapa hal berurutan semakin lama semakin menurun. Penggunaan
kalimat yang bergaya bahasa antiklimaks. Terdapat pada penggalan teks berikut.
Sahabat nabi itu lalu
meninggalkan
diriku. Semakin
lama semakin jauh. Mengecil.
Menjadi
titik.
Dan hilang. Aku merasa kehilangan dan
sedih. Mataku basah (Habiburrahman,2000:182)
Pengurutan acuan terdapat dalam penggalan teks tersebut yang diawali
dengan urutan yang lebih penting. Kelompok kalimat tersebut seperti, meninggalkan
diriku, lama semakin jauh, mengecil, menjadi
titik, dan hilang.
Gaya
Bahasa Paralelisme
Gaya bahasa pararelisme adalah penegasan yang berupa
pengulangan kata pada baris atau kalimat. Dalam novel Ayat Ayat Cinta
ditemukan penggalan teks yang berisi kalimat yang bergaya bahasa
paralelisme. Penggalan teks itu ditandai dengan huruf yang bercetak tebal
merupakan bentuk gaya bahasa paralelisme. Gaya bahasa dalam novel AAC
terdapat lima yang ditemukan. Seperti pada penggalan teks di bawah yang
ditandai dengan kelompok kata yang menunjukkan keparalelismean.
Tengah
hari ini, kota Cairo seakan membara. Matahari berpijar di tengah
petala langit. Seumpama lidah
api yang menjulur dan dan menjilat-jilat bumi. Tanah dan pasir
menguapkan bau neraka
Penggunaan gaya bahasa
paralelisme pada penggalan teks tersebut terdapat seakan membara, matahari
berpijar. Kata membara sejajar dengan kata berpijar. Sedangkan
lidah api yang menjulur, sejajar dengan menjilat-jilat
bumi.
Gaya Bahasa Antitesis
Gaya
bahasa antitesis adalah gaya bahasa yang menggunakan pasangan kata yang
berlawanan maknanya. Dalam novel AAC ditemukan penggalan teks yang berisi kalimat yang
bergaya bahasa antitesis.
Awal-awal
Agustus biasanya pengumuman keluar. Namun sampai hari ini, pengumuman belum juga
keluar (Habiburrahman,2000:17)
Kalimat yang bergaya bahasa
antitesis terdapat dalam penggalan teks tersebut. Hal itu ditandai dengan
dengan kata hubung namun. Kata namun
tercermin bentuk berlawanan, di mana pada bulan Agustus biasanya
pengumuman keluar, tetapi ternyata pada hari ini belum ada pengumuman.
Gaya Bahasa Anafora
Gaya bahasa
anafora adalah gaya bahasa repetisi yang berwujud pengulangan kata pertama pada
tiap baris atau kalimat berikutnya. Hal itu ditemukan dalam novel AAC
yaitu penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa anafora.
Tak kenal kata absen. Tak kenal cuaca dan musim. (Habiburrahman,2000:16)
Pengulangan kelompok kata tak kenal terdapat dalam penggalan
teks tersebut. Kelompok kata itu diulang kembali pada kelimat kedua.
Gaya
Bahasa Epizeuksis
Gaya bahasa epizeukis termasuk dalam kelompok gaya bahasa
repetisi. Epizeuksis adalah repetisi yang bersifat langsung, artinya kata
yang dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut. Berikut penggalan teks
berisi kalimat bergaya bahasa epizeukis yang terdapat dalam novel AAC
sebagai berikut:
Aku satu-satunya
orang asing, sekaligus satu-satunya yang dari
Indonesia. (Habiburrahman,2000:17)
Pemakaian gaya bahasa epizeukis dalam penggalan teks (6) berupa penggalan
kata satu-satunya yang diulang dua kali. Kata itu dipentingkan dalam
kalimat.
Gaya
Bahasa Tautotes
Gaya bahasa Tautotes termasuk dalam kelompok gaya bahasa repetisi. Tautotes adalah bentuk repitisi atas
sepenggalan kata yang berulang-ulang dalam sepenggalan konstruksi. Hal itu
ditemukan penggalan teks yang berisi kalimat yang bergaya bahasa tautotes.
Dakwah ya dakwah, ibadah ya ibadah. (Habiburrahman,2000:106)
Penggunaan gaya bahasa dalam
penggalan teks tersebut terdapat pengulangan dalam satu konstruksi yaitu kata dakwah
dan ibadah.
Gaya Bahasa Hiperbola
Gaya bahasa hiperbola adalah
gaya bahasa yang berisi suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesarkan-besarkan
sesuatu hal. Hal itu ditemukan dalam novel AAC sebagaimana
penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa hiperbola.
Aku cepat-cepat melangkah ke
jalan menuju masjid untuk shalat zhuhur. Panasnya
bukan main (Habibirrahman, 2000:29).
Dalam penggalan teks tersebut
terdapat kelompok kata bukan main, yang terkandung maksud bahwa pada
saat zhuhur terlalu panas dan tidak dapat ditentukan berapa derajat suhunya.
Kelompok kata itu merupakan pembentuk gaya bahasa hiperbola.
Gaya Bahasa personifikasi
Dalam novel AAC
ditemukan penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa
personifikasi. Berikut penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa
personifikasi.
Seumpama lidah api yang menjulur dan menjilat-jilat bumi. (Habibirrahman. 2000:15)
Gaya bahasa personifikasi
terdapat dalam penggalan teks tersebut adalah lidah api yang
seolah-olah berperilaku seperti manusia (bernyawa) yakni menjulur dan menjilat-jilat.
Hal yang dipaparkan dalam penggalan teks itu
menandaskan bahwa lidah api atau sinar matahari yang bersinar ke bumi.
Gaya Bahasa Sarkasme
Hal itu ditemukan penggalan
teks yang berisi kalimat bergaya bahasa sarkasme dalam novel AAC. Berikut ini penggalan teks yang berisi
kalimat bergaya bahasa sarkasme.
“Ayolah khoemeini benar Amerika itu setan!
Setan harus dibunuh (Habiburrahman, 2000:48)
Gaya bahasa sarkasme yang
terdapat dalam penggalan teks tersebut adalah Amerika itu setan! Setan
harus dibunuh. Ungkapan itu dipaparkan bentuk makian kepada negara
Amerika.
Gaya Bahasa Metafora
Gaya bahasa metafora adalah
gaya bahasa yang membandingkan dua hal secara langsung yang memiliki
sifat yang sama, tetapi dalam bentuk singkat. Hal itu ditemuakn penggalan teks
yang berisi kalimat bergaya bahasa metafora dalam novel AAC.
Berikut penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa metafora.
Matahari berpijar di
tengah petala
langit.
(Habiburrahman, 2000:15)
Pada penggalan teks tersebut
terdapat ungkapan petala langit yang berarti tingkatan langit
yang paling tinggi sehingga kedudukan matahari disamakan dengan petala langit
yang tingkatnya tinggi dan jauh.
Gaya Bahasa Perumpamaan atau Smile
Dalam novel AAC
ditemukan penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa perumpaman/simile.
Berikut penggalan teks yang berisi kalimat bergaya bahasa perumpamaan/simile.
Tengah hari ini Kota
Cairo seakan membara (Habiburrahman, 2000:15).
Dalam
penggalan teks tersebut terdapar gaya bahasa perumpamaan/simile. Hal ini
ditandai dengan adanya kata hubung seakan. Kata seakan adalah
ciri dari gaya bahasa ini.
ANALISIS
HASIL DATA
Fungsi
dan Tujuan Gaya Bahasa (Majas, Style)
Dalam novel
Ayat-Ayat Cinta ini banyak terdapat berbagai macam gaya bahasa. Pengarang
menyisipkan gaya bahasa ini bukan hanya sekedar agar karya terlihat bagus.
Tetapi ada fungsi dan tujuan dari gaya bahasa tersebut. Gaya bahasa berfungsi meninggikan selera, artinya dapat meningkatkan minat
pembaca/pendengar untuk mengikuti apa yang disampaikan
pengarang/pembicara. Yang kedua yaitu mempengaruhi atau meyakinkan
pembaca/pendengar, artinya dapat membuat pembaca semakin yakin dan mantap
terhadap apa yang disampaikan pengarang/pembicara. Yang ketiga yaitu
menciptakan keadaan perasaan hati tertentu, artinya dapat membawa pembaca
hanyut dalam suasana hati tertentu, seperti kesan baik atau buruk, perasaan
senang atau tidak senang, benci, dan sebagainya setelah menangkap apa yang
dikemukakan pengarang. Adapun tujuannya yaitu memperkuat efek terhadap gagasan,
yakni dapat membuat pembaca terkesan oleh gagasan yang disampaikan pengarang
dalam karyanya. Seperti pada saat pengarang menceritakan saat-saat menegangkan,
menyenangkan atau menegaskan berbagai situasi.
Gaya
bahasa ialah pemanfaatan kekayaan bahasa,
pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri
bahasa sekelompok penulissastra dan
cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun
tertulis. Gaya bahasa yang digunakan oleh penulis pada hakikatnya adalah cara
menggunakan bahasa yang setepat-tepatnya untuk melukiskan perasaan dan
pikiran penulis yang berbeda dari corak bahasa sehari-hari dan bersifat
subyektif.
SIMPULAN
Novel
Ayat-Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy adalah novel yang penuh ekspresi
dan mempunyai nilai pendidikan yang tinggi khususnya pendidikan beragama. Novel
religi ini berhasil menghipnotis para pembaca. Nilai etika dan moral tidak
lepas dari isi novel ini. Novel yang berjumlah 491 halaman ini pun dibuat film
yang tidak kalah seru dari novelnya. Pada novel ini Habirurrahman El Shirazy
atau sering disapa kang Abik mencurahkan ekspresi, perasaan dan gagasan-gagasan
melalui berbagai macam gaya bahasa sehingga novel ini tidak ngambang dan tidak
bosan dibaca.
REFERENSI
Abdul Somad, Adi (dkk). 2008. Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia. Bandung: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Aziz, Firman (dkk). 2014. Taktis
Berbahasa Indonesia di Perguruan Tinggi. Bandung: Penerbit Asas UPI
El-Shirazy, Habiburrahman. 2000. Ayat-Ayat Cinta. Jakarta: Basmala Republika.
Khoir, Mazidatul. 2012. Gaya Bahasa dalam Karya Sastra. Tersedia di link http://mazidatulkhoir.wordpress.com/2012/10/07/gaya-bahasa-dalam-karya-sastra/.
Diunduh pada tanggal 02 Januari 2015.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar