Senin, 05 Januari 2015

Siti Syarifah Musthafa

PENGARUH IMPLEMENTASI METODE DEBAT TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INDONESIA DITINJAU DARI MINAT BELAJAR KELAS XI IPA PONPES DARUL MUQORROBIN

Siti Syarifah Musthafa

Departemen Pendidikan Bahasa Jerman, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra
Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung, Indonesia


Abstrak
Tujuan yang  ingin  dicapai dalam penelitian ini adalah  untuk mengetahui perbedaan keterampilan berbicara dalam Bahasa Indonesia antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan implementasi  metode debat dan siswa yang mengikuti metode pembelajaran konvensional ditinjau dari minat siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut dilaksanakan penelitian eksperimental di  Pondok Pesantren Daarul Muqorrobin, dengan populasi siswa kelas XI IPA tahun pelajaran  2014/2015 yang berjumlah 180 orang. Rancangan penelitian yang digunakan adalah  pos-test only control group design. Data penelitian adalah data tentang keterampilan berbicara dalam Bahasa Indonesia diperoleh dari tes unjuk kerja speech  dan data tentang minat siswa yang diperoleh dari kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode debat cocok digunakan baik pada siswa yang memiliki minat tinggi atapun rendah.
Kata Kunci: Debat, Keterampilan berbicara, minat belajar


PENDAHULUAN
Bagi pebelajar bahasa, tujuan utama mempelajari bahasa adalah untuk bisa berkomunikasi dengan baik. Namun fakta di lapangan, menunjukkan bahwa banyak tamatan SMA bahkan sarjana yang tidak dapat berkomunikasi, atau tidak mampu mengemukakan idenya kepada orang lain. Para guru hendaknya mengkondisikan pembelajaran agar siswa memiliki kesempatan untuk berkomunikasi. Salah satunya dengan debat. Debat pada hakikatnya merupakan suatu bentuk gaya komunikasi yang menitik beratkan pada kemampuan mengkomunikasikan suatu permasalahan dengan mempertimbangkan aturan-aturan tertentu, sehingga permasalahan tersebut  bisa terpecahkan dengan alas an yang jelas dan masuk akal (Eka Widana, 2007:1). Mengapa metode debat? Karena metode debat memiliki keunggulan yang tidak dimiliki metode-metode lain.
Pertama, dari penjelasan tentang arti debat diatas, ada 3 hal penting yang bisa dimaknai lebih mendalam yaitu: 1) gaya komunikasi. Ini berkaitan dengan aplikasi fungsi-fungsi bahasa yang bisa menentukan posisi pembicara seperti expressing egreement  dan  disagreement, denying someone or something, expressing ideas or opinion  dan  yang lainnya. 2) mengkomunikasikan suatu permasalahan. Ini berarti bahwa metode debat memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasikan diri dan pengetahuannya yang dihasilkan dari proses   inquiri    sebelumnya   atau   lebih   dikenal   dengan    ‘case   building’.    3) mempertimbangkan aturan-aturan tertentu. Dalam penerapannya, metode debat memiliki aturan prosedural tertentu sehingga memerlukan kesiapan yang matang.
Kedua, berdebat merupakan keterampilan berbicara tingkat tinggi, karena itu penerapan metode ini harus melalui tahapan-tahapan tertentu yang sejalan dengan prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual. Pemilihan kelas XI SMA sebagai subjek debat dan sebagai objek dalam penelitian sudah sangat relevan. Hal ini juga sangat sejalan dengan dokumen kurikulum yang tertuang dalam silabus khususnya tentang kesesuaian SK (Standar Kompetensi) dan KD (Kompetensi dasar).
Ketiga, metode debat memiliki variasi yang sangat kaya dalam menerapkan pendekatan kontekstual dengan mengadopsi maupun mengadaptasi prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual yakni: pemodelan (modelling), bertanya (questioning), inkuiri (Inquiry), konstruktivis (conctructivism), masyarakat belajar (learning community), penilaian autentik (authentic asesment)  dan refleksi (reflection). Selain prinsip-prinsip kontekstual tersebut, penerapan metode yang lain juga bisa terangkum dalam debat, seperti pada  Cooperative Learning, berdebat merupakan kerja tim (team work) dan pada PBL, berdebat juga merupakan pembelajaran berbasis masalah. Pengemasan masalah perlu dikaitkan secara kontekstual dengan kehidupan nyata peserta didik sehinga lebih menantang, menarik dan tidak membosankan.
Dari beberapa alasan di atas bisa disimpulkan bahwa metode debat sangat perlu diterapkan karena metode ini membantu siswa meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Indonesia.
Prinsip debat yang dilaksanakan berbeda-beda sesuai jenis debat yang dilakoni. Debat kompetitif, debat perlementer dan sebagainya merupakan contoh debat yang sering dilaksanakan. Debat kompetitif adalah debat dalam bentuk permainan yang biasa dilakukan di tingkat sekolah dan universitas. Dalam hal ini, debat dilakukan sebagai pertandingan dengan aturan (“format”) yang jelas dan ketat antara dua pihak yang masing-masing mendukung dan menentang sebuah pernyataan. Debat disaksikan oleh satu atau beberapa orang juri yang ditunjuk untuk menentukan pemenang dari sebuat debat. Pemenang dari debat kompetitif adalah tim yang berhasil menunjukkan pengetahuan dan kemampuan debat yang lebih baik.
 Tidak seperti debat sebenarnya di parlemen, debat kompetitif dalam pendidikan tidak bertujuan untuk menghasilkan keputusan namun lebih diarahkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan tertentu di kalangan pesertanya, seperti kemampuan untuk mengutarakan pendapat secara logis, jelas dan terstruktur, mendengarkan pendapat yang berbeda, dan kemampuan berbahasa asing (bila debat dilakukan dalam bahasa asing).
Urutan berbicara dalam debat umumnya dilaksanakan di Indonesia mengacu pada format Australian Parliament system, mulai dari pembicara 1 tim afirmatif sampai yang terakhir pada reply speaker  pada tim negatif dan ditutup oleh  reply speaker  dari tim afirmatif. Berdebat tidak saja hanya menunggu giliran berbicara tetapi juga memperhatikan benang merah dari motion yang dibangun oleh masing-masing tim serta memperhatikan argumen lawan bicara untuk bisa menyiapkan rebutle atau sanggahan.
 Tim afirmatif (government) harus bertahan dan memberikan argumen-argumen yang membangun motion. Tim ini mempunyai wewenang mendefinisikan motion sebagai suatu definisi yang beralasan. Tim negative (opposition) harus bertindak menentang dan memberikan argumen yang bersifat melawan atau menentang motion yang diberikan oleh tim afirmatif.
Dalam penerapannya di  Indonesia, kalangan pelajar khususnya SMA secara umum mengadopsi format Australian Parliamentary System dan World SCHool Debate Championship. Dalam dua format tersebut, diskusi dalam bentuk debat dilakukan dengan memberikan suatu isu yang sedapat mungkin kontroversial sehingga akan terjadi pendapat-pendapat yang berbeda dari siswa. Dalam mengemukakan pendapat, siswa dituntut untuk menggunakan argumentasi yang kuat yang bersumber pada materi-materi pelajaran serta materi umum yang masih terkait. Pengajar harus dapat mengarahkan debat ini pada inti materi pelajaran yang ingin dicapai pemahamannya.
 Dalam suatu debat, manfaat yang bisa diambil adalah siswa memiliki kemampuan untuk: 1) Memperoleh pengetahuan dan menganalisa permasalahan-permasalahan yang sedang hangat, 2) Menghasilkan ide-ide kreatif, 3) Berfikir kritis dan logis, dan 4) Mempresentasikan ide dengan jelas dan sistematis.
Keuntungan dari melakukan suatu debat adalah:
1) Menghasilkan atau memperoleh pemikiran logis dan multi-dimensional yang cepat
2)  Meningkatkan rasa percaya diri dan gaya berbicara yang lebih baik
3)  Membangun dan memperkaya kualitas kepemimpian
4) Meningkatkan kemampuan mengembangkan opini atau pemikiran yang beralasan
5) Meningkatkan kemampuan berfikir dalam mengantisipasi suatu permasalahan
6)  Siswa memiliki motivasi belajar yang lebih tinggi, karena merasa dekat dengan apa yang dipelajarinya
7)  Siswa merasa percaya diri karena pengetahuan mereka sebelumnya dan pengalamannya sangat dihargai
8)  Siswa bisa mengaitkan ilmu pengetahuannya dengan dunia nyata sehingga mereka akan belajar dari konsep pemikiran bukan hafalan
9)  Siswa belajar dalam masyarakat belajar atau kelompok belajar atau tim.
Pembelajaran berbicara (Speaking) melalui metode debat tidak bisa dimengerti dan diaplikasikan secara langsung oleh siswa. Oleh karena itu mereka harus diantarkan terlebih dahulu melalui pembelajaran tertentu secara bertahap sehingga mereka yakin bahwa mereka mampu mengekspresikan hal-hal sederhana yang mereka alami atau yang ada di sekitar mereka. Dalam hal ini pembelajaran  dengan metode debat digunakan untuk mempermudah siswa memperlancar pembelajaran berbicara karena prinsip-prinsip pembelajarannya diyakini sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran di kelas.
METODE PENELITIAN
Populasi
Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Daarul Muqorrobin. Sebagai subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA tahun pelajaran 2014/2015. Objek dalam penelitian adalah hasil belajar berupa keterampilan berbicara siswa dalam Bahasa Indonesia, sebagai akibat pengaruh dari implementasi metode  debat dan metode pembelajaran konvensional dengan minat belajar siswa.
Sampel
Dalam penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol dalam penelitian ini dilakukan pada kelas yang memiliki kesetaraan. Untuk mendapatkan kelas yang setara dilakukan dengan jalan menghitung nilai ratarata psikomotor siswa pada hasil tes ulangan akhir semester dua pada tingkat sebelumnya pada pelajaran Bahasa Inggris, kemudian diuji menggunakan uji – t dengan rumus:
               X1 – X2
t -  test =  "
           SD2 + SD2
    N1 – 1    +  N2 – 1 
Hasil analisis dengan uji –t nantinya diharapkan menunjukan bahwa antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol tidak berbeda secara signifikan. Selama berlangsung, diharapkan tidak terjadi peristiwa atau kejadian khusus yang mengganggu jalannya eksperimen. Dengan pengambilan langkah tersebut maka validitas internal dan eksternal penelitian ini dapat dipenuhi sehingga hasil penelitian nantinya dapat digeneralisasikan.
Berdasarkan karakteristik semua kelas, kelas penelitian diambil dari pasangan-pasangan kelas yang setara. Pemilihan dan penetapan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan terhadap pasangan kelas setara. Hal ini dilakukan mengingat kelas-kelas sudah ada tersedia dan tidak memungkinkan mengubah kelas yang ada. 
Dengan demikian kelas yang ditetapkan sebagai kelompok kontrol dan sebagai kelompok eksperimen mendapat materi yang sama sebanyak 8 kali pertemuan dengan rincian waktu 2 x 45 setiap kali pertemuan. Perbedaannya terletak pada setting pembelajaran. Kelompok eksperimen diberikan Model Pembelajaran dengan Implementasi Metode Debat dan kelompok kontrol diberikan Model Pembelajaran Konvensional.
Tahap  kedua, tiap-tiap kelompok dipilih menjadi dua, yaitu kelompok yang terdiri dari siswa yang memiliki minat tinggi dan kelompok yang terdiri dari siswa yang memiliki minat rendah. Dalam menentukan individu yang termasuk memiliki minat tinggi dan minat rendah digunakan skoer tes dari instrumen minat yang telah dijastifikasi oleh dosen ahli.
Skor yang diperoleh dari tes minat belajar kemudian direngking. Sebanyak 33% kelompok atas dinyatakan sebagai kelompok siswa yang memiliki minat tinggi dan 33% kelompok bawah dinyatakan sebagai kelompok siswa yang memiliki minat rendah. Pengambilan masing-masing 33% kelompok atas dan 33% kelompok bawah didasarkan pada anjuran Guilford (1959) yang memilah kelompok ekstrim sebesar 33%.  Siswa yang memiliki skor minat disekitar  rata-rata (46% di tengah-tengah) tidak diambil sebagai sample karena kurang bisa mengidentifikasi kecendrungan apakah individu tersebut termasuk memiliki minat tinggi atau minat rendah, ini berarti tidak semua siswa dalam kelas eksperimen dan kelas kontrol tersebut merupakan subjek penelitian, tetapi tetap diikutkan dalam eksperimen, untuk menghindari aspek psikologis pada kelompok siswa atas dilaksanakannya eksperimen.
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah disebutkan, maka penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dikatagorikan sebagai penelitian eksperimen semu. Disebut demikian karena pelaksanaan penelitian ini tidak memungkinkan untuk melakukan seleksi subjek secara acak. Subjek secara alami telah terbentuk dalam satu kelompok utuh, yaitu kelompok belajar dalamsatukelas yang telah ada. Sehingga pengendalian variabel yang terkait subjek penelitian tidak dapat dilakukan sepenuhnya. 
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pos-test only control group design. Disebut demikian karena rancangan penelitian ini merupakan rancangan yang hanya memperhitungkan skor tes akhir saja yang dilakukan pada akhir penelitian atau dengan kata lain tanpa memperhitungkan skor pre test. Rancangan ini dipilih karena selama eksperimen tidak memungkinkan untuk mengubah kelas yang telah ada. Sampel penelitian diperoleh dari hasil randomisasi pada kelompok kelas yang setara.
Dalam penelitian ini data yang diperlukan adalah data tentang keterampilan berbicara dalam Bahasa Indonesia dan data tentang minat siswa. Untuk mengumpulkan  kedua data tersebut diperlukan dua macam tes, yaitu tes untuk mengukur keterampilan berbicara dalam Bahasa Inggris dan tes untuk memilah minat siswa.  Data hasil belajar diperoleh dengan tes unjuk kerja speech ( berpidato ) dalam bahasa Inggris yang dilakukan sebagai perlakuan dan sesudah perlakuan (sebagai tes akhir). Keterampilan berbicara  adalah hasil tes akhir dari masing-masing siswa. Data tentang minat  yang digunakan untuk memilah minat pada diri siswa diperoleh dari tes minat yang mengacu pada indikator-indikator minat siswa. Untuk mendeskrifsikan data perolehan hasil belajar dalam bahasa inggris digunakan untuk statistik deskriftif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Secara kualitatif, penelitian ini telah mengungkapkan gambaran hasil belajar siswa kelas XI IPA PONPES DAARUL MUQORROBIN yang menjadi sampel penelitian,yaitu: (1)  siswa  yang memiliki minat belajar tinggi yang belajar dengan menggunakan metode debat memiliki skor rata-rata  hasil belajar berbicara bahasa Inggris sebesar 13,95 dengan standar deviasi 1,64 berada pada kualifikasi tinggi, (2)  siswa  yang  memiliki minat belajar rendah yang belajar dengan menggunakan metode debat memiliki  skor rata-rata  hasil belajar berbicara bahasa Inggris sebesar 12,10 dengan standar deviasi 1,65 brada pada kualifikasi tinggi, (3) siswa yang memiliki minat belajar tinggi yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional memiliki skor rata-rata  hasil belajar berbicarbahasa Inggris sebesar 11,90 dengan standar deviasi 1,62 berada pada kualifikasi sedang, (4) siswa  yang  memiliki minat belajar rendah yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional  memiliki skor rata-rata  hasil belajar berbicara bahasa Inggris sebesar 12,15 dengan standar deviasi 1,5 berada pada kualifikasi tinggi. 
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh metode debat  versus model pembelajaran konvensional untuk pencapaian hasil belajar berbicara bahasa Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan hasil belajar berbicara bahasa Inggris antara kelompok siswa yang belajar dengan metode debat dan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional (F=7,634 ; p<0,05). Pencapaian hasil belajar berbicara bahasa Indonesia siswa pada kelompok metode debat lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok model pembelajaran konvensional. Dengan kata lain, metode debat lebih unggul dibandingkan dengan metode konvensional.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan  hasil  penelitian, maka simpulan yang dapat  Terdapat perbedaan keterampilan berbicara dalam bahasa Indonesia secara signifikan  antara siswa yang mengikuti pembelajaran dengan implementasi  metode debat dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional. Rata-rata hasil belajar berbicara kelompok metode debat lebih tinggi dari kelompok pembelajaran konvensional Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat diajukan beberapa saran guna peningkatan kualitas pembelajaran ke depan.
a)  Kepada  Guru  hasil penelitian menunjukkan  Materi pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini terbatas hanya pada pokok bahasan pidato, sehingga dapat dikatakan bahwa hasil-hasil penelitian terbatas hanya pada materi tersebut. Untuk mengetahui kemungkinan hasil yang berbeda pada pokok bahasan lainnya, peneliti menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang sejenis pada pokok bahasan yang lain. 
b)  Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antarametode debat terhadap hasil belajar berbicara siswa. Untuk itu, para guru hendaknya menggunakan metode debat yang berlandaskan pada filosofi konstruktivisme sebagai alternatif untuk meningkatkan hasil belajar berbicara siswa. 

DAFTAR PUSTAKA
Brown, Douglas, H.2007. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa  Edisi kelima. Hak cipta Education Inc
Nasution, 1995.  Didaktik Asas-asas Mengajar. Bandung: Jemmars. 

Nurgiyantoro, Burhan, 2010, Penilaian Pembelajaran Berbahasa Berbasis Kompetensi, Yogyakarta,BPFE . Pidarta, I Made, 2000, Landasan Pendidikan , Jakarta, Rineka Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar