PENGARUH
IMPLEMENTASI METODE DEBAT TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INDONESIA
DITINJAU DARI MINAT BELAJAR KELAS XI IPA PONPES DARUL MUQORROBIN
Siti
Syarifah Musthafa
Departemen
Pendidikan Bahasa Jerman, Fakultas Pendidikan Bahasa dan Sastra
Universitas
Pendidikan Indonesia
Bandung,
Indonesia
Abstrak
Tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian
ini adalah untuk mengetahui perbedaan
keterampilan berbicara dalam Bahasa Indonesia antara siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan implementasi metode
debat dan siswa yang mengikuti metode pembelajaran konvensional ditinjau dari
minat siswa. Untuk mencapai tujuan tersebut dilaksanakan penelitian eksperimental
di Pondok Pesantren Daarul Muqorrobin,
dengan populasi siswa kelas XI IPA tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 180 orang. Rancangan
penelitian yang digunakan adalah
pos-test only control group design. Data penelitian adalah data tentang
keterampilan berbicara dalam Bahasa Indonesia diperoleh dari tes unjuk kerja
speech dan data tentang minat siswa yang
diperoleh dari kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode debat cocok
digunakan baik pada siswa yang memiliki minat tinggi atapun rendah.
Kata Kunci: Debat, Keterampilan berbicara, minat
belajar
PENDAHULUAN
Bagi pebelajar bahasa, tujuan utama
mempelajari bahasa adalah untuk bisa berkomunikasi dengan baik. Namun fakta di
lapangan, menunjukkan bahwa banyak tamatan SMA bahkan sarjana yang tidak dapat
berkomunikasi, atau tidak mampu mengemukakan idenya kepada orang lain. Para
guru hendaknya mengkondisikan pembelajaran agar siswa memiliki kesempatan untuk
berkomunikasi. Salah satunya dengan debat. Debat pada hakikatnya merupakan
suatu bentuk gaya komunikasi yang menitik beratkan pada kemampuan
mengkomunikasikan suatu permasalahan dengan mempertimbangkan aturan-aturan
tertentu, sehingga permasalahan tersebut
bisa terpecahkan dengan alas an yang jelas dan masuk akal (Eka Widana,
2007:1). Mengapa metode debat? Karena metode debat memiliki keunggulan yang
tidak dimiliki metode-metode lain.
Pertama, dari penjelasan tentang arti
debat diatas, ada 3 hal penting yang bisa dimaknai lebih mendalam yaitu: 1)
gaya komunikasi. Ini berkaitan dengan aplikasi fungsi-fungsi bahasa yang bisa
menentukan posisi pembicara seperti expressing
egreement dan disagreement,
denying someone or something, expressing
ideas or opinion dan yang lainnya. 2) mengkomunikasikan suatu
permasalahan. Ini berarti bahwa metode debat memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengeksplorasikan diri dan pengetahuannya yang dihasilkan dari proses inquiri sebelumnya
atau lebih dikenal
dengan ‘case building’.
3) mempertimbangkan aturan-aturan tertentu. Dalam penerapannya, metode
debat memiliki aturan prosedural tertentu sehingga memerlukan kesiapan yang matang.
Kedua, berdebat merupakan keterampilan
berbicara tingkat tinggi, karena itu penerapan metode ini harus melalui
tahapan-tahapan tertentu yang sejalan dengan prinsip-prinsip pembelajaran
kontekstual. Pemilihan kelas XI SMA sebagai subjek debat dan sebagai objek
dalam penelitian sudah sangat relevan. Hal ini juga sangat sejalan dengan
dokumen kurikulum yang tertuang dalam silabus khususnya tentang kesesuaian SK
(Standar Kompetensi) dan KD (Kompetensi dasar).
Ketiga, metode debat memiliki variasi
yang sangat kaya dalam menerapkan pendekatan kontekstual dengan mengadopsi
maupun mengadaptasi prinsip-prinsip pembelajaran kontekstual yakni: pemodelan
(modelling), bertanya (questioning), inkuiri (Inquiry), konstruktivis
(conctructivism), masyarakat belajar (learning community), penilaian autentik
(authentic asesment) dan refleksi
(reflection). Selain prinsip-prinsip kontekstual tersebut, penerapan metode
yang lain juga bisa terangkum dalam debat, seperti pada Cooperative Learning, berdebat merupakan
kerja tim (team work) dan pada PBL, berdebat juga merupakan pembelajaran
berbasis masalah. Pengemasan masalah perlu dikaitkan secara kontekstual dengan
kehidupan nyata peserta didik sehinga lebih menantang, menarik dan tidak
membosankan.
Dari beberapa alasan di atas bisa
disimpulkan bahwa metode debat sangat perlu diterapkan karena metode ini
membantu siswa meningkatkan kemampuan berbicara bahasa Indonesia.
Prinsip debat yang dilaksanakan
berbeda-beda sesuai jenis debat yang dilakoni. Debat kompetitif, debat
perlementer dan sebagainya merupakan contoh debat yang sering dilaksanakan.
Debat kompetitif adalah debat dalam bentuk permainan yang biasa dilakukan di
tingkat sekolah dan universitas. Dalam hal ini, debat dilakukan sebagai
pertandingan dengan aturan (“format”) yang jelas dan ketat antara dua pihak
yang masing-masing mendukung dan menentang sebuah pernyataan. Debat disaksikan
oleh satu atau beberapa orang juri yang ditunjuk untuk menentukan pemenang dari
sebuat debat. Pemenang dari debat kompetitif adalah tim yang berhasil
menunjukkan pengetahuan dan kemampuan debat yang lebih baik.
Tidak
seperti debat sebenarnya di parlemen, debat kompetitif dalam pendidikan tidak
bertujuan untuk menghasilkan keputusan namun lebih diarahkan untuk
mengembangkan kemampuan-kemampuan tertentu di kalangan pesertanya, seperti
kemampuan untuk mengutarakan pendapat secara logis, jelas dan terstruktur,
mendengarkan pendapat yang berbeda, dan kemampuan berbahasa asing (bila debat
dilakukan dalam bahasa asing).
Urutan berbicara dalam debat umumnya
dilaksanakan di Indonesia mengacu pada format Australian Parliament system,
mulai dari pembicara 1 tim afirmatif sampai yang terakhir pada reply
speaker pada tim negatif dan ditutup
oleh reply speaker dari tim afirmatif. Berdebat tidak saja hanya
menunggu giliran berbicara tetapi juga memperhatikan benang merah dari motion
yang dibangun oleh masing-masing tim serta memperhatikan argumen lawan bicara
untuk bisa menyiapkan rebutle atau sanggahan.
Tim
afirmatif (government) harus bertahan dan memberikan argumen-argumen yang
membangun motion. Tim ini mempunyai wewenang mendefinisikan motion sebagai
suatu definisi yang beralasan. Tim negative (opposition) harus bertindak
menentang dan memberikan argumen yang bersifat melawan atau menentang motion
yang diberikan oleh tim afirmatif.
Dalam penerapannya di Indonesia, kalangan pelajar khususnya SMA
secara umum mengadopsi format Australian Parliamentary System dan World SCHool
Debate Championship. Dalam dua format tersebut, diskusi dalam bentuk debat
dilakukan dengan memberikan suatu isu yang sedapat mungkin kontroversial sehingga
akan terjadi pendapat-pendapat yang berbeda dari siswa. Dalam mengemukakan
pendapat, siswa dituntut untuk menggunakan argumentasi yang kuat yang bersumber
pada materi-materi pelajaran serta materi umum yang masih terkait. Pengajar
harus dapat mengarahkan debat ini pada inti materi pelajaran yang ingin dicapai
pemahamannya.
Dalam
suatu debat, manfaat yang bisa diambil adalah siswa memiliki kemampuan untuk:
1) Memperoleh pengetahuan dan menganalisa permasalahan-permasalahan yang sedang
hangat, 2) Menghasilkan ide-ide kreatif, 3) Berfikir kritis dan logis, dan 4)
Mempresentasikan ide dengan jelas dan sistematis.
Keuntungan dari melakukan suatu debat adalah:
1)
Menghasilkan atau memperoleh pemikiran logis dan multi-dimensional yang cepat
2) Meningkatkan rasa percaya diri dan gaya
berbicara yang lebih baik
3) Membangun dan memperkaya kualitas kepemimpian
4)
Meningkatkan kemampuan mengembangkan opini atau pemikiran yang beralasan
5)
Meningkatkan kemampuan berfikir dalam mengantisipasi suatu permasalahan
6) Siswa memiliki motivasi belajar yang lebih
tinggi, karena merasa dekat dengan apa yang dipelajarinya
7) Siswa merasa percaya diri karena pengetahuan
mereka sebelumnya dan pengalamannya sangat dihargai
8) Siswa bisa mengaitkan ilmu pengetahuannya
dengan dunia nyata sehingga mereka akan belajar dari konsep pemikiran bukan
hafalan
9) Siswa belajar dalam masyarakat belajar atau
kelompok belajar atau tim.
Pembelajaran berbicara (Speaking) melalui metode debat tidak
bisa dimengerti dan diaplikasikan secara langsung oleh siswa. Oleh karena itu
mereka harus diantarkan terlebih dahulu melalui pembelajaran tertentu secara
bertahap sehingga mereka yakin bahwa mereka mampu mengekspresikan hal-hal
sederhana yang mereka alami atau yang ada di sekitar mereka. Dalam hal ini
pembelajaran dengan metode debat
digunakan untuk mempermudah siswa memperlancar pembelajaran berbicara karena
prinsip-prinsip pembelajarannya diyakini sangat cocok diterapkan dalam
pembelajaran di kelas.
METODE
PENELITIAN
Populasi
Penelitian ini dilaksanakan di Pondok Pesantren
Daarul Muqorrobin. Sebagai subjek penelitian adalah siswa kelas XI IPA tahun pelajaran
2014/2015. Objek dalam penelitian adalah hasil belajar berupa keterampilan
berbicara siswa dalam Bahasa Indonesia, sebagai akibat pengaruh dari
implementasi metode debat dan metode pembelajaran
konvensional dengan minat belajar siswa.
Sampel
Dalam penentuan kelas eksperimen dan kelas kontrol
dalam penelitian ini dilakukan pada kelas yang memiliki kesetaraan. Untuk
mendapatkan kelas yang setara dilakukan dengan jalan menghitung nilai ratarata
psikomotor siswa pada hasil tes ulangan akhir semester dua pada tingkat
sebelumnya pada pelajaran Bahasa Inggris, kemudian diuji menggunakan uji – t
dengan rumus:
X1 – X2
t - test
= "
SD2
+ SD2
N1 –
1 +
N2 – 1
Hasil analisis dengan uji –t nantinya diharapkan
menunjukan bahwa antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol tidak berbeda
secara signifikan. Selama berlangsung, diharapkan tidak terjadi peristiwa atau
kejadian khusus yang mengganggu jalannya eksperimen. Dengan pengambilan langkah
tersebut maka validitas internal dan eksternal penelitian ini dapat dipenuhi
sehingga hasil penelitian nantinya dapat digeneralisasikan.
Berdasarkan karakteristik semua kelas,
kelas penelitian diambil dari pasangan-pasangan kelas yang setara. Pemilihan
dan penetapan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan terhadap
pasangan kelas setara. Hal ini dilakukan mengingat kelas-kelas sudah ada
tersedia dan tidak memungkinkan mengubah kelas yang ada.
Dengan demikian kelas yang ditetapkan
sebagai kelompok kontrol dan sebagai kelompok eksperimen mendapat materi yang
sama sebanyak 8 kali pertemuan dengan rincian waktu 2 x 45 setiap kali
pertemuan. Perbedaannya terletak pada setting pembelajaran. Kelompok eksperimen
diberikan Model Pembelajaran dengan Implementasi Metode Debat dan kelompok
kontrol diberikan Model Pembelajaran Konvensional.
Tahap
kedua, tiap-tiap kelompok dipilih menjadi dua, yaitu kelompok yang
terdiri dari siswa yang memiliki minat tinggi dan kelompok yang terdiri dari
siswa yang memiliki minat rendah. Dalam menentukan individu yang termasuk
memiliki minat tinggi dan minat rendah digunakan skoer tes dari instrumen minat
yang telah dijastifikasi oleh dosen ahli.
Skor yang diperoleh dari tes minat
belajar kemudian direngking. Sebanyak 33% kelompok atas dinyatakan sebagai
kelompok siswa yang memiliki minat tinggi dan 33% kelompok bawah dinyatakan sebagai
kelompok siswa yang memiliki minat rendah. Pengambilan masing-masing 33% kelompok
atas dan 33% kelompok bawah didasarkan pada anjuran Guilford (1959) yang
memilah kelompok ekstrim sebesar 33%.
Siswa yang memiliki skor minat disekitar
rata-rata (46% di tengah-tengah) tidak diambil sebagai sample karena kurang
bisa mengidentifikasi kecendrungan apakah individu tersebut termasuk memiliki minat
tinggi atau minat rendah, ini berarti tidak semua siswa dalam kelas eksperimen dan
kelas kontrol tersebut merupakan subjek penelitian, tetapi tetap diikutkan
dalam eksperimen, untuk menghindari aspek psikologis pada kelompok siswa atas dilaksanakannya
eksperimen.
Berdasarkan rumusan masalah dan tujuan
penelitian yang telah disebutkan, maka penelitian ini merupakan penelitian eksperimen
yang dikatagorikan sebagai penelitian eksperimen semu. Disebut demikian karena
pelaksanaan penelitian ini tidak memungkinkan untuk melakukan seleksi subjek
secara acak. Subjek secara alami telah terbentuk dalam satu kelompok utuh,
yaitu kelompok belajar dalamsatukelas yang telah ada. Sehingga pengendalian
variabel yang terkait subjek penelitian tidak dapat dilakukan sepenuhnya.
Rancangan penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pos-test only control group design. Disebut demikian
karena rancangan penelitian ini merupakan rancangan yang hanya memperhitungkan
skor tes akhir saja yang dilakukan pada akhir penelitian atau dengan kata lain
tanpa memperhitungkan skor pre test. Rancangan ini dipilih karena selama
eksperimen tidak memungkinkan untuk mengubah kelas yang telah ada. Sampel penelitian
diperoleh dari hasil randomisasi pada kelompok kelas yang setara.
Dalam penelitian ini data yang diperlukan
adalah data tentang keterampilan berbicara dalam Bahasa Indonesia dan data
tentang minat siswa. Untuk mengumpulkan kedua
data tersebut diperlukan dua macam tes, yaitu tes untuk mengukur keterampilan
berbicara dalam Bahasa Inggris dan tes untuk memilah minat siswa. Data hasil belajar diperoleh dengan tes unjuk
kerja speech ( berpidato ) dalam bahasa Inggris yang dilakukan sebagai perlakuan
dan sesudah perlakuan (sebagai tes akhir). Keterampilan berbicara adalah hasil tes akhir dari masing-masing
siswa. Data tentang minat yang digunakan
untuk memilah minat pada diri siswa diperoleh dari tes minat yang mengacu pada indikator-indikator
minat siswa. Untuk mendeskrifsikan data perolehan hasil belajar dalam bahasa
inggris digunakan untuk statistik deskriftif.
HASIL DAN
PEMBAHASAN
Secara kualitatif, penelitian ini telah
mengungkapkan gambaran hasil belajar siswa kelas XI IPA PONPES DAARUL MUQORROBIN
yang menjadi sampel penelitian,yaitu: (1) siswa
yang memiliki minat belajar tinggi yang belajar dengan menggunakan
metode debat memiliki skor rata-rata
hasil belajar berbicara bahasa Inggris sebesar 13,95 dengan standar
deviasi 1,64 berada pada kualifikasi tinggi, (2) siswa
yang memiliki minat belajar
rendah yang belajar dengan menggunakan metode debat memiliki skor rata-rata hasil belajar berbicara bahasa Inggris
sebesar 12,10 dengan standar deviasi 1,65 brada pada kualifikasi tinggi, (3)
siswa yang memiliki minat belajar tinggi yang belajar dengan menggunakan model pembelajaran
konvensional memiliki skor rata-rata
hasil belajar berbicarbahasa Inggris sebesar 11,90 dengan standar
deviasi 1,62 berada pada kualifikasi sedang, (4) siswa yang
memiliki minat belajar rendah yang belajar dengan menggunakan model
pembelajaran konvensional memiliki skor
rata-rata hasil belajar berbicara bahasa
Inggris sebesar 12,15 dengan standar deviasi 1,5 berada pada kualifikasi
tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji
pengaruh metode debat versus model pembelajaran
konvensional untuk pencapaian hasil belajar berbicara bahasa Indonesia. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan secara signifikan hasil belajar
berbicara bahasa Inggris antara kelompok siswa yang belajar dengan metode debat
dan kelompok siswa yang belajar dengan model pembelajaran konvensional (F=7,634
; p<0,05). Pencapaian hasil belajar berbicara bahasa Indonesia siswa pada
kelompok metode debat lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok model
pembelajaran konvensional. Dengan kata lain, metode debat lebih unggul
dibandingkan dengan metode konvensional.
SIMPULAN DAN
SARAN
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil
penelitian, maka simpulan yang dapat
Terdapat perbedaan keterampilan berbicara dalam bahasa Indonesia secara
signifikan antara siswa yang mengikuti
pembelajaran dengan implementasi metode
debat dan siswa yang mengikuti pembelajaran dengan pembelajaran konvensional.
Rata-rata hasil belajar berbicara kelompok metode debat lebih tinggi dari
kelompok pembelajaran konvensional Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat
diajukan beberapa saran guna peningkatan kualitas pembelajaran ke depan.
a)
Kepada Guru hasil penelitian menunjukkan Materi pembelajaran yang digunakan dalam
penelitian ini terbatas hanya pada pokok bahasan pidato, sehingga dapat
dikatakan bahwa hasil-hasil penelitian terbatas hanya pada materi tersebut.
Untuk mengetahui kemungkinan hasil yang berbeda pada pokok bahasan lainnya, peneliti
menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian yang sejenis
pada pokok bahasan yang lain.
b) Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan antarametode
debat terhadap hasil belajar berbicara siswa. Untuk itu, para guru hendaknya
menggunakan metode debat yang berlandaskan pada filosofi konstruktivisme
sebagai alternatif untuk meningkatkan hasil belajar berbicara siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, Douglas, H.2007. Prinsip Pembelajaran dan Pengajaran Bahasa Edisi kelima. Hak cipta Education Inc
Nasution, 1995.
Didaktik Asas-asas Mengajar.
Bandung: Jemmars.
Nurgiyantoro, Burhan, 2010, Penilaian Pembelajaran Berbahasa Berbasis Kompetensi,
Yogyakarta,BPFE . Pidarta, I Made, 2000, Landasan Pendidikan , Jakarta, Rineka
Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar